Imanku naik-turun

Aku tau aku masih sering lalai menjalankan kewajibanku.
Aku tau aku masih sering tidak mengamalkan ajaran-Nya dan lebih sering mendekati larangan-Nya.
Aku tau shalat 5 waktuku belum sempurna.
Aku tau hutang puasaku belum lunas.
Aku tau aku masih pelit berzakat.
Dan aku tau hijabku masih sering lepas pakai.

Tapi dibalik semua itu, saat aku mendekati larangan-Nya, hatiku selalu berkata "Ingatlah ada yang mengawasimu, Nisa" namun bisikkan hati terlalu lemah dari logika (bisikan setan) yang terus berkata "Ah, tidak apa-apa. Hanya sekali, besok atau nanti tak akan diulangi lagi"

Sesungguhnya..
Aku iri pada mereka yang tetap istiqomah di jalan-Nya.
Aku iri pada mereka yang tetap merasa gelisah jika tidak shalat.
Aku iri pada mereka yang tetap tidak tergoda oleh urusan dunia.
Aku iri pada mereka yang merasa ringan melangkahkan kaki ke kajian.
Aku iri pada mereka yang kesana kemari membawa Al-Qur'an dan berusaha menghafal serta mengamalkannya.
Dan aku iri pada mereka yang bisa menahan nafsu untuk tidak tergoda dari pandangan yang bukan mahramnya.

Aku tau aku bisa seperti mereka, tapi aku sadar masih kurang berusaha. Alhasil imanku terserang yoyo-effect (naik turun).


****


Beberapa bulan lalu aku kembali pada hijrahku yang dulu, sungguh saat itu terasa nyaman nan bahagia ketika aku selalu melibatkan Allah dalam segala aktivitasku. Aku merasa hidupku lebih berguna. Nikmat yang Allah berikan padaku ternyata sangat besar sampai aku selalu mengucap syukur pada-Nya.
Beberapa bulan lalu pun aku sempat sakit keras, lalu aku melibatkan Allah dan selalu berfikir positif dari apa yang diberikan-Nya. Alhamdulillah, sakitku sembuh dan hikmah dari sakit itu menambah keimananku.
Akan tetapi semua perlahan sirna, perlahan hilang. Ketika ke-konsisten-nya aku dipertanyakan.

Dari semenjak kelas 3 SMA aku menolak yang namanya pacaran. (Bukan tidak mau terluka atau kecewa kesekian kalinya, tapi memang sadar pacaran dilarang agama). Normal jika aku jatuh cinta pada lawan jenis akan tetapi aku tetap menolak yang namanya pacaran. Hingga suatu hari, aku bertemu dengan seorang pria yang bisa membuatku tergugah. Dari cara memperlakukanku, cara berbicaranya bahkan aku merasa dihargai dan dihormati sebagai wanita. Pria itu membuat keimananku goyah, sungguh. Sholatku sekarang jadi tak konsen apalagi ketika sementara sholat dia mengirim pesan lewat Whatssapp. Ingin segera ku sudahi saja shalatku :(

Aku tak bisa menyalahkan dia sepenuhnya, karena aku juga berperan aktif menghidupkan obrolan kami.

Memang kami tak pacaran. Kami tak saling bilang sayang, cinta atau apalah itu namanya. Tapi ke-intens-an obrolan kami membuatku bertanya pada diriku sendiri "Aku jatuh cinta lagi? Aku dan dia sudah pacaran? Eh aku pacaran ya sekarang? Kok kayak orang pacaran ya?".

Malam-malam yang dulunya ku isi dengan membaca buku/melihat ceramah di youtube sekarang malah sibuk menjawab pesannya atau hanya sekadar telponan dengannya. Aku paham betul ini sudah termasuk zina tapi kok aku malah senang bahkan sempat terbesik di benakku "oh gapapa, ini wajar, ini normal. Nisa, kamu gadis remaja yang sudah sadar akan adanya cinta".

Selain menanggapi obrolan si pria ini aku pun menanggapi beberapa obrolan dari pria lain walaupun pada akhirnya aku terjebak dalam namanya cinta sementara. (eh maksudnya menanggapi itu karena beberapa teman cowok bilang aku terlalu sombong, milih-milih cowok untuk diajak chat. Tapi sebenarnya bukan milih-milih hanya saja terlalu malas mengobrol dengan cowok yang bisanya gombal :v).

Kembali ke realita yang sekarang, sebelum akhirnya kami lose contact. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri akan memberikan porsi kata cinta hanya untuk orang tua, keluarga dan untuk seseorang yang kelak jadi imamku saja.

Dan dari dulu ketika aku mengenal kata cinta, aku paham CINTA adalah rasa yang paling sulit dipadamkan, adalah nafsu yang paling susah ditahan.

2018, coming soon 19th. Insya Allah umur panjang.
Semoga konsisten tetap terjaga, study makin lancar, target ± 50 buku wajib ditamatkan dan Al-Quran segera dikhatamkan.
Sekian. Terima kasih.
****

Ohiyaa aku masih sering menulis kalimat baperan yang sesungguhnya aku sendiri tak tau tujuannya untuk siapa. Random sih biasanya hahaa. Kadang kalo liat orang sakit hati yaa bawaanya pengen nulis yang sakit tapi didramatisir sedikit biar sedikit waw juga hehe.