Abdi Sayang Ngana

Long Distance Relationship. Hubungan jarak jauh. Aku. Kamu. Lebih tepatnya kita. Kata orang LDR hanya bisa dilewati orang-orang kuat, tapi bagaimana jika kuatnya hanya diawal saja? Apakah masih bisa dikatakan kuat? Oke, katakanlah LDR bertahan 2-3 tahun setelah itu pisah, apakah masih bisa dikatakan kuat? Kalo kuat kenapa harus pisah?

Bicara soal LDR aku yakin ini sangt berat. Bagaimana tidak? Orang-orang yang menjalani hubungan jarak jauh harus melakukan apa-apa sendiri, bahagia sendiri, menangis sendiri, rindu sendiri. Iya sendiri. Tak ada orang sekitar yang mengerti, beberapa orang hanya mengatakan "Siapa suruh mau sama yang jauh? Di deket banyak kenapa harus sama yang jauh?" right? Walaupun kuota 10 gb habis hanya dengan kalimat rindu juga tetap ga guna. Videocall 24 jam hanya mengurangi rasa rindu, tapi apa? Rindu itu tetap ada. Tetap bersemayam. Kepada siapa diri mengeluh soal kerinduan yang nyaman mendekam di lubuk hati kalo bukan hanya untukmu? Tapi lagi-lagi kita bisa apa? Aku. Kamu. Hanya bisa saling menguatkan namun ujungnya kemana? Ya tetap begitu saja.

Tidak seperti distancer lainnya, mereka tahu, mereka bisa memprediksikan kapan bisa bersua memecahkan celengan rindu, bagaimana dengan kita? Aku tanya bagaimana dengan kita? "Semoga aja. Iya. Semoga yaa". Ingin ku tertawa dengan jawaban yang lagi-lagi bisa ku tebak. Ingin ku menangis, tapi buat apa? Ketika bulir air jatuh dari mata apakah bisa membuat jawabanmu berubah?

Aku tidak ingin egois meminta, merengek-rengek agar kau datang kesini. Tidak. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa datang kesini. Aku ingin kau kesini benar-benar karena rindu yang tak tertahankan.

Aku tahu banyak hal yang harus kita siapkan, banyak hal yang harus kita utamakan. Tapi, jujur ini terlalu berat.

Aku tahu sudah berapa puluh kali meminta kita untuk berakhir, padahal hubungan ini belum genap satu semester. Bukan karena takut akan pengkhianatan, tapi memang karena hati ini tak kuat menahan gejolak yang bergelora di dada, yang meluap-luap di udara.

Logikaku berkata "Sudahilah sampai disini, kita memang susah untuk bersatu"
Hatiku berbisik "Emang masih mau memulai awal lagi dengan yang baru? Yakin sudah tidak ada lagi cinta? Bagaimana perasaan kalo mendengar orang-orang (yang sama daerah asalnya; logat/dialek) seperti dia bercerita? Bukankah mengingatnya sangat menyenangkan?"

Logika dan hati, ku mohon satukanlah pendapat kalian :")

Katamu; rindu itu wajar. Tapi akankah selamanya hanya sebatas wajar? Aku rasa sudah cukup sabar.

Jujur, ada sensasi tersendiri merindukan tatapanmu. Merindukanmu sangat ku nikmati, dengan cara bagaimana? Cukup menjatuhkan air dari pelupuk mata itu lebih dari cukup.

Kelebihanku; mencintaimu dengan sangat, merindukanmu dengan sempurna, menjaga kepercayaanmu dengan setia, menunggumu dengan sabar.
Kekuranganku; kau jauh dari jangkauanku.

Kau tahu, aku rindu saat kita jalan berdua menyusuri Kota. Menikmati makanan di pinggir jalan. Duduk berdua dibangku taman. Berdua membuat alam cemburu. Eh tunggu dulu, ini seperti nyata tapi kenapa hanya bayang? Oh astaga ternyata aku sedang berada di alam imajinasiku :")

Eh lebay ga sih kalo hampir tiap saat aku bilang rindu? Kzl ga si kalo tiap kali aku minta kita untuk berakhir hanya karena aku lemah?

Terakhir...
Aku minta waktu 5 menit saja.... Dekap dan tenangkan aku...

Hanya 5 menit, walau dalam mimpi...