"Bagaimana kau akan tahu pengalamanku, padahal kau tak mengenalku? Bagaimana kita akan tahu bahwa kita punya pengalaman yang sama? INILAH ALASANKU MENULIS."
Salam,
Viryanisa_
NisaPeCiritaMondalengo
kali ini tentang perjalanan singkat ke beberapa daerah di Pulau Jawa.
Ada satu
hari di bulan Agustus 2018 aku menerima kabar bahwasanya dimintai tanda tangan
untuk menyetujui keberangkatan temanku ke Surakarta untuk mengikuti kegiatan
Kongres Nasional. Saat itu aku masih menjabat Ketua Umum dari organisasi kami. Di sini aku tidak akan bercerita panjang
soal organisasinya, karena ini cerita perjalanan heheh.
Singkat cerita yang berangkat untuk menghadiri kegiatan tersebut adalah aku. Karena ada beberapa hal.
GORONTALO-JAKARTA
Selesai menghabiskan
sarapan aku dijemput temannya tante ke bandara. Perjalanan baru akan mulai, aku
dirundung kegelisahan. Why not? Jam 4 subuh ke bandara berdua naik mobil bersama
orang yang tidak ku kenal–bahkan belum pernah ketemu sebelumnya– om-om pula. Tapi
kata tante itu adalah teman baiknya semasa sekolah, “Daripada pergi dijemput
abang krab yang sama-sama kita tidak
kenal mending sama dia” Kata tante saat aku menunjukkan wajah cemas.
Jujur saja,
for the 1st time in forever
aku melakukan perjalanan jauh sendiri. Benar-benar sendiri tanpa ada yang
menemani. Eh ada ding, doa mama. Hampir
setiap 30 menit mama menelpon hanya sekadar menanyakan aku berada di mana, lagi
apa dan sama siapa. Untuk mengurus boarding
pass aku sudah terlatih mengurusnya sendirian, prosedur-prosedurnya sudah
ku hapal, jadi menurutku selama di bandara aku tidak terlalu pusing. Berbekal 1
tas ransel di pundak, 1 buah bantal leher dan 1 buah koper (sungguhh ini bukan
kemauanku untuk bawa koper, ini kerjanya si mama yang tidak mau anaknya repot,
padahal.....) aku menaiki pesawat dengan Bissmillah.
Ini sunrise yaa. Bukan sunset. Aku salah hehe. |
Rasa takut,
cemas dan gelisah pun ku rasakan ketika pesawat sudah berada di ketinggian
beribu-ribu kaki. Mulutku komat-kamit membaca doa, mataku terpejam
membayangkan wajah kedua orang tua. Walaupun sudah berapa kali naik pesawat
tetap saja rasa itu tetap ada, terlebih lagi kali ini aku berangkat seorang
diri,tanpa mama, tanpa papa, tanpa keluarga, tanpa teman. Apalagi tanpa pacar wkwk.
Dari atas pesawat ku bisa melihat
hijaunya Gorontalo yang masih banyak pohon-pohon, hijau sawah, hijau gunung. Berbeda dengan ketika pesawat akan landing di Kota Makassar yang bisa terlihat
kepadatan rumah-rumahnya, gedung-gedungnya. Perbedaan lebih nampak lagi ketika
pesawat akan landing di bandara International
Soekarno Hatta (baca: Soetta), kepadatan bangunannya lebih jelas dilihat dari
dalam pesawat. Laut biru yang membentang luas membuat saya sering berdecak
kagum seraya melafadzkan Masyaa Allah.
Luar biasa ciptaanNya. Indah sekali gradasi warna dari biru laut, biru langit,
biru air pesisir pantai sampai ke hijau pepohonan.
Dari ketinggian
beribu-ribu kaki kita tak bisa melihat aktivitas masyarakat yang di bawah sana,
para nelayan terlihat hanya diam di tengah lautan bahkan hanya terlihat seperti
satu titik kecil. Di dekat jendela pesawat sambil memandangi ciptaanNya,
terbesit dalam benakku; Jika disuruh pilih antara laut dan gunung, aku akan
pilih apa? Aku kagum pada luasnya laut,
tapi ia bisa saja menenggelamkan. Aku kagum pada megahnya gunung, tapi ia bisa
saja memuntahkan isi perutnya. Lalu aku memilih daratan datar saja dan nyatanya
dia bisa menelan kita hidup-hidup. Lalu aku harus pilih apa? Jawabanku terjawab
secara jelas saat tragedi Palu, Donggala, Sigi 28 September 2018.
Bandara
Soetta pukul 11.00 WIB.
Bermodalkan
kepedean dan sok tidak takut, aku menghabiskan waktu sendiri selama kurang
lebih 6 jam. Bagiku, pede dan tenang saat berjalan sendiri itu perlu. Apalagi di
tempat yang baru pertama kali kita kunjungi, berusahalah jangan sampai
kelihatan cemas dan gelisah. Karena di tempat baru kita adalah santapan
yang enak untuk orang jahat. Tapi ingat ya, bukan berarti kita harus terlalu
pede. Ingat, jangan songong. Sekali-sekali kalau nyasar atau butuh informasi, jangan malu untuk
bertanya. Ingat! Jangan malu. Disaat bertanya pun berusalah tetap tenang.
Sambil menunggu
keberangkatanku ke Solo yang lagi 6 jam lamanya, aku disamperin seorang bapak (yang
medoknya jelas dan ternyata memang
asli Solo tapi tinggal di Tangerang) di musholla bandara. Kebetulan aku yang
baru selesai melaksanakan kewajiban memilih untuk beristirahat sejenak di
dalamnya. Seorang bapak yang mempunyai tanda sujud di dahinya mengajakku
ngobrol. Mulai ditanya asalku, mau kemana, sampai aktivitasku sebagai seorang
mahasiswa. Seperti orang tua lainnya yang membangga-banggakan anaknya, bapak
ini bercerita tentang ketiga anaknya yang kuliah di UGM, di Unpad dan satu lagi
masih SMA di sekolah yang cukup populer di daerah Tangerang. Aku tidak masalah
mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut si bapak ini tentang
anak-anaknya, aku malah senang mendengar. Aku membayangkan bagaimana papaku
bercerita ke orang lain tentang anaknya. Apakah seperti bapak ini yang nampak dengan
jelas dari rautnya, bahwa ia bangga punya anak seperti mereka.
Obrolanku dengan
si bapak harus berakhir karena beberapa menit lagi pesawat yang akan
ditumpanginya akan berangkat ke Kendari. Sebelum pamit bapak itu memberikan
sedikit wejangan “Hati-hati ya nak. Solo itu aman, tapi tetap waspada. Nanti kalo
udah mau berangkat, telpon temannya biar dijemput.” Aku pun hanya mengiyakan
dan berterima kasih.
Entahlah, kenapa saya harus memakai topi ini hehe. FORUM INDONESIA MUDA 20 |
Setelah kurang lebih 6 jam menunggu akhirnya tibalah waktu keberangkatanku. Di atas beribu-ribu kaki aku mencoba untuk tidur walaupun durasi perjalanannya hanya 1 jam 15 menit.
Ada hal yang menyesakkan buatku dalam perjalanan ini, bagaimana tidak, aku sudah dijanjikan oleh panitia kegiatan akan dijemput di bandara pada kenyataannya malah disuruh ke lokasi sendiri. Sebenarnya tidak terlalu masalah buatku, pabila tiba di Solo masih siang. Sayangnya pesawat yang aku tumpangi mendarat di bandara Adi Soemarmo pukul 17.00 WIB. Lokasi kegiatannya di Kabupaten Karanganyar dan aku diminta untuk pergi seorang diri ke sana. Ku mencoba menghubungi teman-teman yang sudah berada di lokasi kegiatan, mereka hanya bisa membantu memandu via telpon. Kecewa? Iya. Tapi tak membuat semangatku turun, ini perjalananku sendiri, aku harus menikmatinya.
Sebelum keluar
dari bandara, aku ditawari oleh sepasang suami istri untuk diberi tumpangan
keluar bandara. Disaat itu aku susah memasang wajah tenang, aku gerah ingin
mandi, ingin bersih-bersih tapi harus berhadapan dengan secuil masalah ini. Ketegangan dan kecemasan menyerang diriku, hari
mulai gelap saat aku diantar ojek di perempatan lampu merah tepatnya di
Alfamidi Mangu Boyolali. Kata panitia serta teman-temanku aku harus memesan Kojek atau Krab dari situ, mengingat Kojek maupun Krab tidak menerima orderan
dari dalam bandara. Dari mas Krabnyalah aku baru tau ternyata tujuanku sudah di
kabupaten bukan lagi di Kota Surakarta. Selama perjalanan aku hanya bisa berdoa
demi keselamatanku dan memberi kabar ke mama bahwasanya anak gadis semata
wayangnya baru tiba di Kota asal bapak Presiden Indonesia, Joko Widodo. Agar tak
membuat mama khawatir, kusampaikan bahwasanya dari bandara ke lokasi kegiatan
cukup dekat walau berangkatnya sudah lewat waktu maghrib. Dengan suara tenangnya “Alhamdulillah,
hati-hati. Pas sampai langsung mandi, istirahat.”
Menyusuri
jalanan Kota Surakarta, membaca setiap identitas gedung-gedung hingga merasakan
dinginnya udara Solo. Semakin dekat dengan kabupaten Karanganyar, semakin
menggigil tubuh ini. Ku pikir Solo lagi musim hujan namun setelah ditanya ke mas krab ternyata udara Solo memang begini bahkan sekarang masih musim panas.
WHATT??? Musim panas di sini musim dinginnya di Gorontalo, demi avah? Selama ini yang ku tahu daerah di pulau Jawa yang
udaranya dingin hanya di Bandung, Bogor dan Malang. Saat itu pula tekadku semakin bulat untuk bisa mengunjungi setiap daerah di Indonesia.
Dari bandara
ke kabupaten Karanganyar terbilang aman, namun sebagai gadis remaja (yang
cantik dan limited edition ini WKWKWK) yang
baru pertama kali menginjakkan kaki ke daerah (yang menurutnya) baru, ditambah
lagi perjalanan yang cukup jauh dan ditempuh saat malam hari, buatku sedikit cemas
dan was-was. Maps ku pantengin terus,
mulutku komat kamit sendiri melafadzkan Firman-FirmanNya (Ini pesan dari oma
buat anak-cucu dan turunanya). “Merasa kecil di hadapanNya, percaya bahwa DIA
ada di setiap langkah dan doa orang tua yang menyertai, sudah lebih dari cukup
untuk pengarapan keselamatan” Kata oma.
Jalanan semakin
sepi, sesekali di kanan kiriku terhampar sawah yang luas. Aku berusaha tetap
tenang walaupun garis wajah mungkin menampakkan ketakutan dan kecemasan. Jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah sembilan malam. Dering
telpon berbunyi dari seorang teman yang menunggu di lokasi kegiatan, setelah
perbincangan ringan dan melihat maps, bahagiaku, 5 menit lagi sampai tujuan.
Alhamdulillah. Terima kasih.
Dari tulisan ini, aku jadi ikut penasaran bgimana ti Papa bcirita tentang aku pa dia punya teman2. 😂😂
BalasHapus