"Bagaimana kau akan tahu pengalamanku, padahal kau tak mengenalku? Bagaimana kita akan tahu bahwa kita punya pengalaman yang sama? INILAH ALASANKU MENULIS."
Salam,
Viryanisa_
SOLO-JOGJA
NisaPeCiritaMondalengo; Ohiya satu
hal yang bikin aku tak tahan adalah dimana saat waktu makan tiba. Aku tidak akan
mengejek maupun menghina. Tidak sama sekali. Aku menikmati setiap makanan yang
mereka berikan walaupun berusaha sekuat mungkin agar bisa ditelan. Karena jujur saja masakan ini berbeda. Tidak pedas bahkan
terasa manis serta tanpa ada ikannya. Sungguh aku rindu ikan, aku ingin makan
ikan. Walaupun agak susah untuk menelan tapi kalo soal makanan aku yang sering
menghabiskan makanan sampai tuntas (kecuali kalo ada tempe) dibanding temanku,
Faisal. Aku tau makanan orang Jawa tidak pedas makanya aku memaklumi, bahkan
3 biji cabe dimakan dengan satu tahu isi tetap saja tak ada pedasnya. Soal
makanan juga menjadi hal yang mengganggu buat aku dan teman-teman, untuk bisa
mendapatkan rasa yang enak dan dapat diterima di leher satu-satunya adalah mie
instan. “Memang mie adalah satu-satunya makanan yang tidak pernah berubah
rasanya walaupun kita ada dimana” Kata si Guslan.
Hal lucu
pernah terjadi saat aku, Faisal dan Guslan sedang berada di warung kecil depan
gedung kegiatan. Disana kami memesan 3 mangkuk mie kuah dan 3 gelas kopi. Aku sudah mewanti
ke mereka makanan serta minumannya harus segera dihabiskan kalo tidak makanannya akan dingin dan tak akan nikmat lagi tapi mereka
tak mengindahkan ucapanku, alhasil selang 5 menit kemudian saat si Guslan hendak menyeruput kopinya dengan hati-hati
(karena takut mungkin masih panas), ia langsung memasangkan wajah datar (sumpah
itu lucu sekali kalo kalian bisa melihat langsung). Mienya pun begitu, alhasil
ia berusaha menikmati makanannya sambil menggerutu “Bukan main udara disini
baru ada kase biar sadiki so langsung dingin buayi” WKWKWK.
Perjalanan
dari Karanganyer ke stasiun Solo Balapan ditempuh degan menggunakan bus dan
mobil online. Perjalanan seru bersama Ika, Fakhri, Guslan, Faisal pun dimulai.
Dari serunya menahan tawa karena si Faisal dan si Guslan mengomentarin terus si
supir busnya yang kata mereka “Dia kira bo ada ba bawa barang dia ini, dia tida
tau kalo orang yang di dalam?” wwkwk, serunya mengantri pesan tiket kereta ke
Jogja yang harganya hanya Rp. 8.000 hingga tiba di Jogja yang tidak tahu akan
menginap dimana. Selama perjalanan aku disibukkan dengan koperku yang
menyusahkan itu, namun si Fakhri berbaik hati akan membantuku menarik koperku
kemanapun kita akan pergi.
Fakhri dengan koperku |
Sesampainya
di Stasiun Tugu Yogyakarta kita semua memilih tempat untuk beristirahat sejenak
sekaligus untuk bersih-bersih. Kita pun memilih beristirahat di Masjid
Malioboro DPRD tepat di jalan Malioboro.
Setelah bersih-bersih dan istirahat sejenak kita semua memilih untuk
mencari makanan, banyak warung makan yang berjejeran di dekat masjid tapi kita
malah memilih makan di Jalan Pajeksan yang
kurang lebih 700 meter dari Masjid. Nikmat dan lahap. Untuk pertama kali dalam
beberapa hari aku, Faisal dan Guslan semangat menikmati makanan yang kami
makan. Nasi, seekor ikan goreng yang pedas serta teh hangat (yang tentunya
tidak cepat dingin) cukup membuat kita bertiga berseru senang. Kita seperti
orang yang belum makan berhari-hari bahkan aku sempat meminta tambahan nasi,
Faisal dan Guslan menambah segelas teh hangat.
Tim nekat yang kekenyangan Jilbab Abu-Abu; Ika, Kameja Abu-Abu; Fakhri, Kaos Abu-abu; Faisal, Jaket Merah; Guslan dan Jilbab Biru; Saya. |
Malioboro saat
sore hari lebih ramai dari jam 1 siang ketika kita semua sampai di Jogja.
Jalanan lebih macet, banyak pejalan kaki dan warung-warung kecil serta penjual
kaki lima mulai bertambah. Begitu kira-kira hasil pengamatanku di Jogja. Setelah menyenangkan leher dan perut, kita
kembali ke Masjid persiapan lagi untuk mulai perjalanan yang tidak tahu entah
akan kemana. Dikesempatan kali ini aku memilih untuk mandi di toilet masjid,
karena matahari sore Jogja cukup panas dan buatku berkeringat.
Berjalan
menyusuri jalan Malioboro, foto bareng di depan Stasiun Tugu Yogyakarta dan Tugu
Yogkarta sampai menikmati hidangan super murah di angkringan tepat di samping
kiri Stasiun. Malam itu aku mulai merasa baik-baik saja, bahkan aku
memberanikan diri untuk mengonsumsi minuman dingin dan beberapa gorengan.
Niatku malam itu aku akan menginap bersama mereka, namun sepupu yang kebetulan
kuliah di sana mengajakku untuk tinggal bersamanya. Alhasil aku harus
meninggalkan si Ika bersama mereka, berat dan merasa ga setia kawan tapi kondisi
fisikku masih belum bisa menerima bahwasanya aku harus tidur di sembarang
tempat.
Lokasi: Di depan Stasiun Tugu Yogyakarta |
Hal ini pula yang kusyukuri dari keputusan berat saat bersama mereka,
karena tepat pukul 1 malam saat aku tidur di kos sepupu, demam menyerangku
dengan tiba-tiba ditambah flu berat dan batuk. Untung sepupuku masih
mengerjakan tugas kuliahnya jadi ku tak perlu merasa tak enak karena suara
batukku mungkin akan mengganggu siapa saja yang sedang tidur. Sepupu yang sibuk
dengan tugasnya membantuku untuk menyembuhkan batuk yang mengganggu ini,
diberinya aku sesaset obat batuk cair untuk menghangatkan tenggorokanku. Alhamdulillah, setelah meminum obat yang
diberikan sepupu, tidurku menjadi nyenyak dan keesokan harinya aku merasa segar.
Esoknya, berbekal aplikasi ojek online aku menikmati kota Jogja dan singgah dibeberapa
toko buku.
Perjalanan di
Jogja belumlah akhir dari sebuah perjalanan, aku harus ke Jakarta dulu sebelum
akhirnya kembali pulang ke Gorontalo. Namun sebelum pulang sepupu mengajakku
menikmati megahnya Candi Prambanan.
Pukul 18.00 WIB
hari itu aku meninggalkan Jogja menuju Ibukota Indonesia.
Terima kasih Jogja, sangat berkesan!
Bersambung.....
14 Agustus
2018
Berdua kita akan nikmati
setiap detik kebersamaan.
Bersama. Kita akan buat alam
cemburu.