Review Novel "Teruslah Bodoh Jangan Pintar"


 Judul : Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Penerbit Sabakgrip

Tahun Terbit : 2024

Ketebalan : 373 halaman

ISBN :  978-623-888-220-5


BLURB


Saat hukum dan kekuasaan dipegang oleh serigala-serigala buas berbulu domba, saat seluruh segeri dikangkangi orang-orang jualan sok sedeharna tapi sejatinya serakah. Apakah kalian akan tutup mata, tutup mulut, tidak peduli dengan apa yang terjadi? Atau kalian akan mengepalkan tangan ke udara, LAWAN!

---

Novel ini menceritakan tentang isu-isu yang terjadi seperti kerusakan lingkungan, ketidakadilan dalam sistem hukum yang cenderung melindungi orang-orang berduit, penggusuran kampung-kampung warga lokal, dan sebagainya menjadi perhatian yang mendesak. Terjadi ketidakseimbangan dalam perlindungan hukum yang tampaknya lebih tajam bagi golongan berkecukupan, sementara keadilan bagi masyarakat luas terabaikan. Hal ini juga tercermin dalam penggusuran tanah-tanah warga lokal untuk kepentingan proyek-proyek besar yang lebih menguntungkan pihak tertentu.


Dalam buku ini, terdapat konflik yang timbul ketika para aktivis lingkungan berupaya untuk membatalkan izin operasi perusahaan tambang yang telah lama mencemari beberapa pemukiman warga lokal dan lingkungan sekitarnya akibat kegiatan pertambangan dari PT Semesta Mineral & Mining.


Buku ini mengambil lokasi utamanya adalah ruang sidang berukuran 3x6. Novel ini memiliki alur cerita yang maju dan mundur. Penelitian yang dilakukan Tere Liye dalam novel ini kurasa sangat mendalam. Pembahasannyapun bukan cuman sekadar isu-isu aja melainkan ditambah dengan contoh studi kasus dalam perpajakan. Sadar gak sadar Tere Liye membuat pembacanya harus peka dengan apa yang terjadi 


Novel yang tidak ada sama sekali sentuhan romance semakin membuat novel ini jadi berat. Problematika yang dianbgkat adalah apa yang saat ini (bisa jadi) terjadi di negara kita. Hal ini karena semua topik yang dibahas dalam novel serius dan nyata. Bahkan sering kali aku merasa dejavu.


Tere Liye dengan ciri khasnya dalam menulis, pasti dan selalu membuat akhir yang gemes. Saking gemesnya aku merasa "arrghhh", "hhmm". 


Buku ini aku rekomendasikan bagi semua orang yang tinggal di Indonesia, negara yang kaya akan keberagaman ini.


"Tidak murah harga sebuah perlawanan, dan semakin bertambah-tambah ketika dia tiba di lahannya." Hal 201.


"Aku tidak pernah bisa memahami cara berpikir adikku, Yang Mulia. Dia keras kepala. Memilih masuk penjara dibanding mendapat uang." Hal 204


"Ketika prajurit di lapangan hidup seadanya, makan jatah ransum, ada jenderalnya yang memiliki aset ratusan miliar saat pensiun. mengherankan--" Hal 279.